Siat Yeh
Tradisi Perang Air (Siat Yeh), merupakan suatu tradisi yang berasal dari daerah Suwat, Kabupaten Gianyar. Masyarakat daerah Suwat Kabupaten Gianyar memiliki cara yang berbeda untuk menyambut tahun baru (masehi). Pada tahun baru masehi masyarakat desa suwat beranggapan bahwa mereka harus menyucikan semua hal yang ada, bukan hanya menyucikan diri, namun juga menyucikan alam dan lingkungan sekitarnya.
Maka dari itu, lahirlah tradisi Perang Air, yang dipercaya sebagai bentuk penyucian atau pembersihan diri, yang dimana diharapkan hal-hal negatif yang sudah terjadi sebelumnya tidak terjadi lagi di tahun ini. Menurut mereka diawal tahun yang baru mereka wajib untuk melakukan pembersihan diri dan alam sekitar agar hal yang berbau negatif dapat dinetralisir segera. Tradisi Perang Air di desa Suwat Gianyar ini digelar setiap pergantian tahun baru masehi, sehingga setiap tanggal 1 Januari biasanya tradisi ini dilaksanakan.
Selain sebagai simbol untuk membersihkan diri dan lingkungan sekitar, dalam sejarahnya di Desa Suwat, kabupaten Gianyar terdapat sumber mata air yang dipercayai oleh masyarakat sekitar sebagai obat dari segala macam penyakit dan air konsumsi utama para raja-raja pada zaman kerajaan dahulu. Untuk menghormati sumber mata air tersebut maka penduduk Desa Suwat mewajibkan untuk menggelar Tradisi Siat Yeh ini, agar sumber mata air yang ada di desa mereka terus mengalir. Karena perlu kita sadari, air adalah komponen penting di dalam kehidupan manusia yang mesti kita jaga, dan tentu selalu kita butuhkan.
Sebelum memulai tradisi Perang Air ini, biasanya masyarakat desa Suwat akan melakukan persembahyangan bersama terlebih dahulu di Catus Pata Desa Pakraman Adat Suwat. Persembahyangan ini akan dipimpin oleh 5 orang Jro Mangku yang nantinya 4 diantaranya akan duduk mengarah ke empat arah mata angin, dan satu diantara ke kelima Pemangku tersebut akan duduk ditengah. Masyarakat desa Suwat sangat khusyuk dalam menjalankan persembahyangan, mereka memohon restu kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan manifestasinya sebagai Dewa Wisnu karena dalam kehidupan, Dewa Wisnu disimbolkan sebagai air. Setelah itu, akan dilakukan penyiraman antar pengayah dan peserta yang terlibat dalam tradisi ini lalu akan diguyur dengan air kembang oleh para pinandita atau pedanda Desa Suwat, setelah itu para peserta akan dibagi menjadi dua kelompok, agar dalam Tradisi Perang Yeh ini memudahkan para peserta untuk mengetahui mana kawan ataupun lawan.
Penulis: Ida Ayu Made Surya Dwi Yanti